Abstrak
Kajian ini dilatarbelakangi banyaknya umat Islam Indonesia mengadakan akad nikah secara sirri, sehingga akad ini tidak tercatat secara resmi dan akhirnya tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap. Aturan-aturan tentang pencatatan akad nikah tampaknya juga diabaikan, karena itu kajian ini difokuskan pada eksistensi pencatatan akad nikah yang dikaji melalui pendekatan ushul fikih kontekstual.
Hasil kajian melalui istih}sa>n khususnya al-istih}sa>n bi al-qiya>s al-khafi, pencatatan akad nikah mengandung kebaikan dan menghindari kemudaratan baik untuk suami, isteri atau anak.
Suami isteri dapat membuktikan bahwa mereka pasangan yang sah, dan berhak mendapatkan perlindungan dari negara baik berkaitan dengan identitas atau pun berkaitan dengan kepentingannya sebagai suami isteri dalam berumah tangga. Dilihat dari maqa>s}id asy-syari>’ah pencatatan akad nikah juga dapat memelihara kemaslahatan agama, jiwa, akal keturunan dan harta. Oleh karena itu, pencatatan akad nikah tepat menjadi salah satu syarat sahnya akad nikah sebagaimana syarat-syarat yang lain sehingga pencatatan ini pun dapat menjadi fikih Indonesia.
Kata kunci : pencatatan akad nikah, istih}sa>n dan maqa>s}id asy-syari>’ah
Pendahuluan
Pernikahan merupakan sebuah akad atau ikatan
batin yang saling mengikat dan membutuhkan dalam kebersamaan antara suami dan
isteri.[1]
Kesadaran terhadap arti akad ini, memberikan kontribusi yang besar dalam
membentuk struktur rumah tangga sebagai bagian dari unit terkecil dalam
masyarakat dan sekaligus sebagai tiang negara.[2]
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan mengabadikan akad pernikahan sebagai ikatan lahir batin suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia.[3]
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam juga mengatur pernikahan adalah suatu akad yang kuat [mis\a>qan
gali>z\a>].[4]
Oleh karena itu, bagi yang ingin melangsungkan pernikahan mesti memperhatikan
prosedur-prosedur hukum akad nikah, baik ditentukan dalam kitab-kitab fikih
klasik, atau pun ketentuan resmi yang diberlakukan pada masyarakat muslim
Indonesia. Salah satu ketentuan itu adalah setiap akad nikah mesti dilakukan di
hadapan dan diawasi secara langsung[5]
serta dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah.[6] Pelaksanaan akad nikah yang tidak memperhatikan prosedur
yang ditentukan tidak dapat dibuktikan
melalui akta nikah,[7]
dan akhirnya tidak memiliki kekuatan
hukum. [8]
Aturan-aturan itu bertujuan untuk menjamin
tertibnya penyelenggaraan akad nikah, dan yang lebih utama melindungi
kepentingan-kepentingan suami isteri ketika menjalani kehidupan berumah tangga.
Suami isteri dapat membuktikan bahwa mereka adalah pasangan yang legal di mata
hukum Islam maupun negara dan berhak pula mendapatkan perlindungan negara baik
berkaitan dengan identitas seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga,
Pasport, Akta Kelahiran anak, atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya
memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum.
Hak-hak isteri juga dapat dilindungi secara sah
di mata hukum. Suami tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat
merugikan isteri baik secara fisik maupun psikis, bahkan isteri pun berhak
menuntut apabila suami melakukan tindakan yang dipandang melanggar
perjanjian-perjanjian yang telah disepakati ataupun ta’li>q t}ala>q
yang diucapkan ketika akad nikah dilangsungkan.
Diakui bahwa aturan-aturan pencatatan akad
nikah telah diformulasikan sejak lama, bahkan hampir dipastikan diketahui
secara umum dan disadari oleh masyarakat muslim, namun kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri tidak sedikit yang melangsungkan akad nikah tanpa
sepengetahuan Pegawai Pencatat Nikah.[9]
Perilaku ini tampaknya didasari bahwa pencatatan akad nikah tidak termasuk
salah satu syarat ataupun rukun akad nikah baik ditentukan dalam Alquran, hadis
Nabi atau pun yang diformulasikan para pakar hukum Islam klasik. Selain itu, tidak
ditemukan pula adanya aturan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1991 tentang eksistensi pencatatan akad nikah. Peraturan ini hanya mengatur
akad nikah yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah [tidak dicatat
secara resmi], tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap. Hal ini menimbulkan pemahaman
bahwa kekuatan hukum tersebut bukan berkaitan dengan dapat atau tidaknya
dilangsungkan akad nikah atau sah tidaknya akad nikah secara hukum Islam,
melainkan hanya berkaitan dengan pemenuhan administrasi perkawinan yang apabila
tidak dipenuhi, bukan sebagai penghalang melakukan akad nikah, namun hanya
tidak sempurnanya pelaksanaan akad nikah.[10]
Persoalan ini cukup menarik ditelisik kembali,
karena selain sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat muslim saat ini,
juga karena belum tuntasnya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya
khususnya untuk mengkaji eksistensi pencatatan akad nikah yang sangat berpotensi
dapat dijadikan sebagai penentu sah atau tidaknya akad nikah. Masalah yang
difokuskan dalam kajian ini adalah bagaimana eksistensi pencatatan akad nikah
dalam perspektif ijtihad istih}sa>ni dan maqa>s}id
asy-syari>’ah yang dikaji melalui pendekatan
ushul fikih kontekstual.[11]
Bahan yang telah disajikan dianalisis dengan cara menggunakan metode ekstensifikasi (t}ari>qah al-ma'nawiyyah)
[12] dengan
cara menggali causalegis (‘illah),
semangat, dan tujuan serta prinsip umum yang terkandung dalam Alquran untuk
dikaji melalui ushul fikih.
Penutup
Pencatatan akad nikah dalam perspektif al-istih}sa>n bi al-qiya>s al-khafi> sangat penting dilakukan, karena di dalamnya
mengandung kebaikan yang sangat banyak dan sekaligus menghindari kemudaratan,
di antaranya suami isteri tersebut dipandang sebagai pasangan legal secara hukum
karena statusnya sebagai suami isteri terdaftar dalam dokumen negara. Keduanya
berhak mendapatkan perlindungan dari negara baik berkaitan dengan identitas
seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Pasport, Akta Kelahiran
anak, atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau
dipilih pada pemilihan umum. Kepentingan-kepentingan keduanya juga dapat
dilindungi, di antaranya suami tidak dapat melakukan tindakan yang dapat
merugikan isteri baik secara fisik maupun psikis, dan isteri pun berhak
menuntut apabila suami melakukan tindakan yang dipandang melanggar
perjanjian-perjanjian yang disepakati atau ta’li>q t}ala>q yang
diucapkan. Ketika suami meninggal dunia, isteri dapat membuktikan bahwa ia
adalah ahli waris yang sah dan anak-anaknya pun berhak pula mendapatkan harta
waris dan begitu pula sebaliknya.
Dalam kajian maqa>s}id
asy-syari>’ah pencatatan akad nikah termasuk dalam kategori kemaslahatan
primer [d}aru>riyyah] yang dapat melindungi dan memelihara
kemaslahatan agama, jiwa, akal , keturunan dan harta. Kaitannya dengan memelihara
kemaslahatan agama, karena dengan adanya pencatatan ajaran-ajaran agama tidak
dipraktikkkan secara kacau. Begitu juga pencatatan ini dapat memelihara
kemaslahatan jiwa karena pencatatan ini dapat menenteramkan psikologis isteri
dan anak, bahkan akal pikiran pun tidak terganggu dan terkuras untuk memikirkan
dan menyelesaikan persoalanyang dihadapi. Pencatatan ini juga dapat memelihara kemaslahatan
keturunan, karena anak yang dilahirkan memiliki identitas yang jelas dan dapat
dibuktikan secara hukum. Pencatatan ini juga dapat memelihara kemaslahatan
harta, karena identitas anak yang dilahirkan pun memiliki kejelasan, sehingga
ketika orang tuanya meninggal anak pun tidak mendapatkan kesulitan untuk
mendapatkan harta waris dari orang tuanya.
Berdasarkan eksistensi
pencatatan akad sebagaimana yang digambarkan baik melalui perspektif al-istih}sa>n bi al-qiya>s al-khafi> atau pun
perspektif maqa>s}id
asy-syari>’ah, maka pencatatan akad nikah layak
menjadi penentu atau syarat sahnya akad nikah yang kedudukannya sama dengan
syarat-syarat sah akad nikah yang lain. Dengan demikian, pencatatan akad nikah
pun wajib dilakukan.
Daftar Pustaka
Afiqi, Muhammad
Anis, Skripsi, “Hukum Pencatatan Dilihat dari Segi Maqa>s}id
Al-Syari>'ah (Antara Fiqih Munakahat dan UU No. 1 Tahun 1974)”, Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2009 dalam http://
digilib. Uin-suka. ac.id/ gdl. php?
mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--muhammadan-2290.
Afiyah, I’is
Inayatal, Tesis, “Pencatatan Nikah dalam Perspektif Mas}lah}ah (Analisis
RUU Hukum Materil Peradilan Agama tentang Perkawinan)”, Surabaya: IAIN Sunan Ampel,
2010, dalam http://eprints.sunan-ampel.ac.id/311/1/iis_inayatal.pdf.
Al-'Aini, Abi Muhammad Mahmud
bin Ahmad, al-Bina>yah fi>
Syarh} al-Hida>yah, Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1990.
Al-Amidi, Saifuddin Abi
al-Hasan 'Ali ibn Abi 'Ali ibn Muhammad, al-Ih}ka>m fi> Us}u>l al-Ah}ka>m,
Beirut-Libanon: Dār al-Fikr, 1996.
Al-Baidhawi, Nashir ad-Din
Abi Sa'id ibn Umar ibn Muhammad asy-Syarazi, Tafsi>r al-Baid}awi>
al-Musamma> Anwa>r at-Tanzi>l
wa Asra>r at-Ta'wi>l, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.
Al-Bashri, Abi al-Hasan Ali
Muhammad ibn Habib al-Mawwardi, An-Nuka>t wa al-'Uyu>n Tafsi>r
al-Ma>wardi, Juz I, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ihniyahlm. Tth.
Al-Ghazali, Muhammad ibn
Muhammad ibn Muhammad, al-Wasi>t} fi>
al-Maz\hab, Ttp: Dar as-Salam, 1997.
………., al-Waji>z fi>
Fiqh al-Ima>m asy-Sya>fi'i, Beirut-Libanon: Dar al-Arqam, 1997.
………., al-Mustas}fa> fi>
‘Ilm al-Us}u>l, Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyah, 2000.
Al-Hasani, Ismail, Naz}ariah
al-Maqa>s}id ‘inda al-Ima>m Muhammad at}-T}ahir ibn ‘Asyu>r,
Virginia: al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Islami, 1995.
Al-Jaziri,
Abdurrahman, Kita>b al-Fiqh `’ala> al-Maz\a>hib al-Arba’`ah,
Beirut: Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, Tth.
Al-Khin, Mushthafa Sai'id, As\ar
al-Ikhtila>f fi> al-Qawa>’id al-Us}u>liyah fi> al-Ikhtila>f
al-Fuqaha>, Beirut-Lebanon: Mu'assasah ar-Risalah,1994.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsi>r
al-Mara>gi>, Beirut: Dar al-Fikr, 1974.
Al-Qarafi, Syihabuddin Ahmad
bin Idris, az\-Z\\akhi>rah, Beirut-Libanon: Dar al-Garb al-Islami,
1994.
Ar-Razi,
Abi Abdillah Muhammad ibn Umar ibn al-Husain Fakhruddin, al-Mah}su>l fi>
‘Ilm al-Us}u>l, Jilid II,
Lebanon: Dar Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Tafsir
al-Quranul Majid an-Nur, Cet, II, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2000.
As-Subki, Tajuddin Abdul
Wahhab, Jam’u al-Jawa>mi’, Beirut: Dar al-Fikr, 1974.
Asy-Syathibi, Abu
Ishaq Ibrahim ibn Musa al-Gharnathi, al-Muwa>faqah fi> Us}u>l al-Ah}ka>m, Ttp: Dar
al-Fikr, Tth.
Asy-Syaukani, Muhammad bin
Ali ibn Muhammad, Irsya>d al-Fuh}u>l
ila> Tah}qi>q al-Haqq min 'Ilm al-Us}u>l, Beirut-Libanon: Dār al-Kutb al-'Ilmiyah, Tth.
………..,Fath} al-Qadi>r :
al-Ja>mi' baina Fanni ar-Riwa>yah
wa ad-Dira>yah min 'Ilm at-Tafsi>r, Kairo: Dar al-Hadits,
2003.
Ath-Thaba'thaba'i, Muhammad
Husain, Al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n, Beirut-Libanon:
Mu'assasah al-A'lamy li al-Mathbu'ah, Tth.
Badawi, Yusuf Ahmad Muhammad,
Maqa>s}id as-Syari>'ah 'inda ibn Taimiyah, Yordania: Dar
an-Nafais, 2000.
Bahari,
Adib, Skripsi, “Analisis Atas Ketentuan Hukum Pencatatan Perkawinan dalam
Rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973 Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011, dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--adibbahari-5358.
(Diakses tanggal 10 Maret 2012).
Barclay, Goergo W., Teknik
Analisa Kependudukan I, diterjemahkan oleh
Rozi Muhir, dkk, dari buku asli yang berjudul “Techniques of population
Analysis,” Jakarta: Bina Aksara, 1983.
Departemen Agama RI,
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Nala Indah, 2006.
………., Bahan Penyuluhan
Hukum, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999/2000.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
………., Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Hasballah, ‘Ali, Us}u>l at-Tasyri>’ al-Isla>mi,
Kairo: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1997.
Helim, Abdul, Legislasi
Syari’at sebagai Bentuk Ijtihad Kolektif, dalam Jurnal Profetika: Jurnal Studi Islam, Vol. 8, no. 1
Januari 2006, Surakarta: Program
Magister Studi Islam Univ. Mu. Surakarta, 2006.
http://produk-hukum-online.blogspot.com/2011/11/undang-undang-no-32-tahun-1954-tentang.html.
Diakses 5 Maret 2012.
http://www.artikata.com/.
Diakses 5 Maret 2012.
http://www.kamusbesar.com/.
Diakses 5 Maret 2012.
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2246.pdf.
Diakses 5 Maret 2012.
Ibn Manzur, Lisa>n
al-‘Arab, Mesir: Dar al-Ma’arif, Tth.
Ibn Muflih al-Hanbali, Abi
Ishaq Burhan ad-Din Ibrahim ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Muhammad, al-Mubdi'
Syarh} al-Muqni', Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1997.
Ibn Qudamah, Abi Muhammad
Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad, al-Mugni>, Riyadh: Dar 'Alam
al-Kutub, 1997.
………, Raud}ah an-Na>z}ir
wa Junnah al-Muna>z}ir, Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Sa’ud, 1399
H.
Jalaluddin, Psikologi
Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilm Us}u>l al-Fiqh, Kairo: Dar
al-Qalam, 1978.
Lembaga Penelitian FE UI, Dasar-Dasar
Demografi, Jakarta: FE UI, 2000.
Lihasanah, Ahsan, al-Fiqh al-Maqa>s}id ‘Inda
al-Ima>m al-Sya>t}ibi>, Mesir: Dar al-Salam, 2008.
Mallah, Husain Muhammad, al-Fata>wa>:
Nasy'atuha> wa Tat}awwuruha>–Us}u>luha> wa Tat}bi>qa>tuha>,
Beirut: al-Maktabah al-'Ashriyah, 2001.
Mu'allim, Amir dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum
Islam. Cet. I., Yogyakarta: UII Press. 1999.
Muhadjir, Noeng, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Musthafa, Ibrahim, et.al, al-Mu'jam al-Wasi>t},
Istambul: al-Maktabah al-Islamiyah, Tth.
Novia, Windy, Kamus Ilmiah Populer,
Jakarta: Wawasan Intelektual, 2009.
Qorib,
Fathul, Skripsi, “Studi Analisis tentang Pencatatan Perkawinan
dalam Perspektif Jender”, Semarang: IAIN Walisongo, 2010, dalam http:// 222. 124. 207. 202/ digilib/ gdl. php?
mod= browse&op= read&id=jtptiain-gdl-fathulqori-4693.
(Diakses tanggal 10 Maret 2012).
Rusli, Said, Pengantar
Ilmu Kependudukan, Jakarta: LP3ES, 1988.
Sarakhsi,
Us}u>l as-Sarakhsi>, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993.
Shadr asy-Syari’ah,
Ubaidillah ibn Mas’ud al-Bukhary, Tanqi>h} al-Us}u>l, Makkah
al-Mukarramah: Maktabah al-Baz, Tth.
Shihab, Quraish, Membumikan
Alquran, Bandung: Mizan, 1996.
……..., Untaian Permata
buat Anakku : Pesan Alquran untuk Mempelai, Bandung: Al-Bayan, 1998.
………, Tafsir al-Mishbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, Jakarta: Lentera Hati, 2003.
Tafsir,
Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosdakarya, 2004.
Thayib, Anshari, Struktur
Rumah Tangga Muslim, Surabaya: Risalah Gusti, 2000.
Zaidan, Abdul Karim, Al-Waji>z
fi> Us}u>l al-Fiqh, Beirut-Lebanon: Mua'assasah ar-Risalah, 1998.
Zahrah, Abu, Us}u>l
al-Fiqh, Kairo: Dar al-Fikr
al-'Arabi, Tth.
Zamakhsyari, Abi al-Qasim
Jarullah Mahmud ibn Umar ibn Muhammad, Tafsi>r al-Kasysya>f 'an Haqa>iq Gawa>mid} at-Tanzi>l wa
'Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wuju>h at-Tanzi>l, Jilid I,
Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.
Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh
al-Isla>mi wa adillatuhu>, Juz VII, Damaskus: Dar al-Fikr, 1985.
………, At-Tafsi>r al-Muni>r
fi> al-'Aqi>dah wa asy-Syari>'ah wa al-Manhaj, Cet. II,
Jilid 3 dan 4, Damaskus: Dar al-Fikr, 1998.
………., Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>,
Juz II, Damaskus-Suriah: Dar al-Fikr, 2001.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia,
Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.
[1]Anshari
Thayib, Struktur Rumah Tangga Muslim, Surabaya: Risalah Gusti, 2000, h.
21.
[2]Quraish
Shihab, Membumikan Alquran, Bandung: Mizan, 1996, h. 253.
[3]Lihat
Pasal 1 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Departemen Agama
RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, 1999/2000, h. 96.
[4]Lihat
pasal 2 Inpres No. 1 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dalam Departemen Agama
RI, Bahan Penyuluhan…, h. 136. Dalam Alquran sudah 15 abad yang silam
ungkapan mis\a>qan gali>z\a> ini diperkenalkan. Ungkapan ini di
dalam Alquran dikemukakan hanya sebanyak tiga kali dalam konteks yang berbeda.
Satu di antaranya berkaitan dengan perikatan dalam pernikahan seperti dalam
Q.S. [4: 21], dua yang lainnya berkaitan dengan perikatan antara Tuhan dengan
para Nabi seperti dalam Q.S. [33: 7], dan perikatan antara Tuhan dengan seluruh
manusia seperti dalam Q.S [4: 154].
Penjelasan lebih lengkap tentang ketiga ungkapan di atas dapat pula
dilihat dalam Quraish Shihab, Untaian Permata buat Anakku : Pesan Alquran
untuk Mempelai, Bandung: Al-Bayan, 1998, h. 36
[5]Lihat
pasal 6 ayat (1) Inpres No. 1 1991 dalam Departemen Agama RI, Bahan
Penyuluhan …, h. 137.
[6]Lihat
pasal 5 ayat (1) Inpres No. 1 1991, Ibid.
[7]Lihat
pasal 7 ayat (1) Inpres No. 1 1991, Ibid.
[8]Lihat
pasal 6 ayat (2) Inpres No. 1 1991 , Ibid.
[9]Di
antara penelitian yang melaporkan hal tersebut adalah Muhammad Anis
Afiqi, Skripsi, “Hukum Pencatatan Dilihat dari Segi Maqa>s}id
Al-Syari>'ah (Antara Fiqih Munakahat dan UU No. 1 Tahun 1974)”, Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2009 dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--muhammadan-2290.
Lihat juga I’is Inayatal Afiyah, Tesis, “Pencatatan Nikah dalam
Perspektif Mas}lah}ah (Analisis RUU Hukum Materil Peradilan Agama tentang
Perkawinan)”, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010, dalam http://eprints.sunan-ampel.ac.id/311/1/iis_inayatal.pdf.
Lihat pula dalam http://eprints.sunan-ampel.ac.id/311/,
atau http://dc185.4shared.com/doc/HEoAzU-A/preview.html. (Diakses tanggal 10 Maret 2012).
[10]Di antara penelitian
yang melaporkan hal tersebut adalah Fathul Qorib, Skripsi, “Studi
Analisis tentang Pencatatan Perkawinan dalam Perspektif Jender”, Semarang: IAIN
Walisongo, 2010, dalam http://222.124.207.202/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdl-fathulqori-4693.
(Diakses tanggal 10 Maret 2012). Lihat Adib Bahari, Skripsi, “Analisis Atas Ketentuan
Hukum Pencatatan Perkawinan dalam Rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973
Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011, dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--adibbahari-5358.(Diakses
tanggal 10 Maret 2012)
[11]Pendekatan
ini digunakan untuk melakukan pembacaan makna [meaning full] sebuah nas
atau teks untuk menanggapi persoalan-persoalan kekinian, termasuk pula
kontekstualisasi pencatatan yang dikemukakan dalam Alquran dan dalam hukum
positif Islam Indonesia dengan zaman sekarang. Berkaitan dengan pendekatan
tersebut dapat dilihat dalam Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000, h. 163-164.
[12]Pemaknaan
ayat-ayat yang berkaitan dengan pencatatan ataupun pasal-pasal dalam hukum
positif Islam Indonesia yang berkaitan dengan pencatatan akad nikah, diperluas
untuk memberikan ruang kepada kaidah-kaidah ushul fikih
untuk menganalisis permasalahan pencatatan akad nikah tersebut.. Lihat dalam
Amir Mu'allim, dan Yusdani, Konfigurasi
Pemikiran Hukum Islam. Cet. I. Yogyakarta: UII Press. 1999, h. 98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Kami berharap anda dapat memberikan komentar, tetapi komentar yang relevan dengan artikel dan diharapkan menggunakan bahasa yang etis. terima kasih