Select a Language

Senin, 05 November 2012

Membaca Kembali Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Perspektif Ushul Fikih

Hasil penelitian tahun 2012 tentang : Membaca Kembali Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Perspektif Ushul Fikih. Hasil penelitian ini juga diarsipkan dalam Digital Library IAIN Palangka Raya. Penulis : Abdul Helim

Abstrak

Kajian ini dilatarbelakangi banyaknya umat Islam Indonesia mengadakan akad nikah secara sirri, sehingga akad ini tidak tercatat secara resmi dan akhirnya tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap. Aturan-aturan tentang pencatatan akad nikah tampaknya juga diabaikan, karena itu kajian ini difokuskan pada eksistensi pencatatan akad nikah yang dikaji melalui pendekatan ushul fikih kontekstual.

Hasil kajian melalui istih}sa>n khususnya al-istih}sa>n bi al-qiya>s al-khafi, pencatatan akad nikah mengandung kebaikan dan menghindari kemudaratan baik untuk suami, isteri atau anak.
Suami isteri dapat membuktikan bahwa mereka pasangan yang sah, dan berhak mendapatkan perlindungan dari negara baik berkaitan dengan identitas atau pun berkaitan dengan kepentingannya sebagai suami isteri dalam berumah tangga. Dilihat dari maqa>s}id asy-syari>’ah pencatatan akad nikah juga dapat memelihara kemaslahatan agama, jiwa, akal keturunan dan harta. Oleh karena itu, pencatatan akad nikah tepat menjadi salah satu syarat sahnya akad nikah sebagaimana syarat-syarat yang lain sehingga pencatatan ini pun dapat menjadi fikih Indonesia.

Kata kunci : pencatatan akad nikah, istih}sa>n dan maqa>s}id asy-syari>’ah


Pendahuluan
Pernikahan merupakan sebuah akad atau ikatan batin yang saling mengikat dan membutuhkan dalam kebersamaan antara suami dan isteri.[1] Kesadaran terhadap arti akad ini, memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk struktur rumah tangga sebagai bagian dari unit terkecil dalam masyarakat dan sekaligus sebagai tiang negara.[2]
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengabadikan akad pernikahan sebagai ikatan lahir batin suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia.[3] Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juga mengatur pernikahan adalah suatu akad yang kuat [mis\a>qan gali>z\a>].[4] Oleh karena itu, bagi yang ingin melangsungkan pernikahan mesti memperhatikan prosedur-prosedur hukum akad nikah, baik ditentukan dalam kitab-kitab fikih klasik, atau pun ketentuan resmi yang diberlakukan pada masyarakat muslim Indonesia. Salah satu ketentuan itu adalah setiap akad nikah mesti dilakukan di hadapan dan diawasi secara langsung[5] serta dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah.[6] Pelaksanaan akad nikah yang tidak memperhatikan prosedur yang ditentukan tidak dapat dibuktikan melalui akta nikah,[7] dan  akhirnya tidak memiliki kekuatan hukum. [8]
Aturan-aturan itu bertujuan untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan akad nikah, dan yang lebih utama melindungi kepentingan-kepentingan suami isteri ketika menjalani kehidupan berumah tangga. Suami isteri dapat membuktikan bahwa mereka adalah pasangan yang legal di mata hukum Islam maupun negara dan berhak pula mendapatkan perlindungan negara baik berkaitan dengan identitas seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Pasport, Akta Kelahiran anak, atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum.
Hak-hak isteri juga dapat dilindungi secara sah di mata hukum. Suami tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan isteri baik secara fisik maupun psikis, bahkan isteri pun berhak menuntut apabila suami melakukan tindakan yang dipandang melanggar perjanjian-perjanjian yang telah disepakati ataupun ta’li>q t}ala>q yang diucapkan ketika akad nikah dilangsungkan.
Diakui bahwa aturan-aturan pencatatan akad nikah telah diformulasikan sejak lama, bahkan hampir dipastikan diketahui secara umum dan disadari oleh masyarakat muslim, namun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri tidak sedikit yang melangsungkan akad nikah tanpa sepengetahuan Pegawai Pencatat Nikah.[9] Perilaku ini tampaknya didasari bahwa pencatatan akad nikah tidak termasuk salah satu syarat ataupun rukun akad nikah baik ditentukan dalam Alquran, hadis Nabi atau pun yang diformulasikan para pakar hukum Islam klasik. Selain itu, tidak ditemukan pula adanya aturan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang eksistensi pencatatan akad nikah. Peraturan ini hanya mengatur akad nikah yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah [tidak dicatat secara resmi], tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap. Hal ini menimbulkan pemahaman bahwa kekuatan hukum tersebut bukan berkaitan dengan dapat atau tidaknya dilangsungkan akad nikah atau sah tidaknya akad nikah secara hukum Islam, melainkan hanya berkaitan dengan pemenuhan administrasi perkawinan yang apabila tidak dipenuhi, bukan sebagai penghalang melakukan akad nikah, namun hanya tidak sempurnanya pelaksanaan akad nikah.[10]
Persoalan ini cukup menarik ditelisik kembali, karena selain sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat muslim saat ini, juga karena belum tuntasnya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya khususnya untuk mengkaji eksistensi pencatatan akad nikah yang sangat berpotensi dapat dijadikan sebagai penentu sah atau tidaknya akad nikah. Masalah yang difokuskan dalam kajian ini adalah bagaimana eksistensi pencatatan akad nikah dalam perspektif ijtihad istih}sa>ni dan maqa>s}id asy-syari>’ah yang dikaji melalui pendekatan ushul fikih kontekstual.[11] Bahan yang telah disajikan dianalisis dengan cara menggunakan metode ekstensifikasi (t}ari>qah al-ma'nawiyyah) [12] dengan cara menggali causalegis (‘illah), semangat, dan tujuan serta prinsip umum yang terkandung dalam Alquran untuk dikaji melalui ushul fikih.

Penutup
 Pencatatan akad nikah dalam perspektif al-istih}sa>n bi al-qiya>s al-khafi> sangat penting dilakukan, karena di dalamnya mengandung kebaikan yang sangat banyak dan sekaligus menghindari kemudaratan, di antaranya suami isteri tersebut dipandang sebagai pasangan legal secara hukum karena statusnya sebagai suami isteri terdaftar dalam dokumen negara. Keduanya berhak mendapatkan perlindungan dari negara baik berkaitan dengan identitas seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Pasport, Akta Kelahiran anak, atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum. Kepentingan-kepentingan keduanya juga dapat dilindungi, di antaranya suami tidak dapat melakukan tindakan yang dapat merugikan isteri baik secara fisik maupun psikis, dan isteri pun berhak menuntut apabila suami melakukan tindakan yang dipandang melanggar perjanjian-perjanjian yang disepakati atau ta’li>q t}ala>q yang diucapkan. Ketika suami meninggal dunia, isteri dapat membuktikan bahwa ia adalah ahli waris yang sah dan anak-anaknya pun berhak pula mendapatkan harta waris dan begitu pula sebaliknya.
Dalam kajian maqa>s}id asy-syari>’ah pencatatan akad nikah termasuk dalam kategori kemaslahatan primer [d}aru>riyyah] yang dapat melindungi dan memelihara kemaslahatan agama, jiwa, akal , keturunan dan harta. Kaitannya dengan memelihara kemaslahatan agama, karena dengan adanya pencatatan ajaran-ajaran agama tidak dipraktikkkan secara kacau. Begitu juga pencatatan ini dapat memelihara kemaslahatan jiwa karena pencatatan ini dapat menenteramkan psikologis isteri dan anak, bahkan akal pikiran pun tidak terganggu dan terkuras untuk memikirkan dan menyelesaikan persoalanyang dihadapi. Pencatatan ini juga dapat memelihara kemaslahatan keturunan, karena anak yang dilahirkan memiliki identitas yang jelas dan dapat dibuktikan secara hukum. Pencatatan ini juga dapat memelihara kemaslahatan harta, karena identitas anak yang dilahirkan pun memiliki kejelasan, sehingga ketika orang tuanya meninggal anak pun tidak mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan harta waris dari orang tuanya.
Berdasarkan eksistensi pencatatan akad sebagaimana yang digambarkan baik melalui perspektif al-istih}sa>n bi al-qiya>s al-khafi> atau pun perspektif maqa>s}id asy-syari>’ah, maka pencatatan akad nikah layak menjadi penentu atau syarat sahnya akad nikah yang kedudukannya sama dengan syarat-syarat sah akad nikah yang lain. Dengan demikian, pencatatan akad nikah pun wajib dilakukan.

Daftar Pustaka

 
Afiqi, Muhammad Anis, Skripsi, “Hukum Pencatatan Dilihat dari Segi Maqa>s}id Al-Syari>'ah (Antara Fiqih Munakahat dan UU No. 1 Tahun 1974)”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009 dalam http:// digilib. Uin-suka. ac.id/ gdl. php? mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--muhammadan-2290.
Afiyah, I’is Inayatal, Tesis, “Pencatatan Nikah dalam Perspektif Mas}lah}ah (Analisis RUU Hukum Materil Peradilan Agama tentang Perkawinan)”, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010, dalam http://eprints.sunan-ampel.ac.id/311/1/iis_inayatal.pdf.
Al-'Aini, Abi Muhammad Mahmud bin Ahmad,  al-Bina>yah fi> Syarh} al-Hida>yah, Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1990.
Al-Amidi, Saifuddin Abi al-Hasan 'Ali ibn Abi 'Ali ibn Muhammad, al-Ih}ka>m fi> Us}u>l al-Ah}ka>m, Beirut-Libanon: Dār al-Fikr, 1996.
Al-Baidhawi, Nashir ad-Din Abi Sa'id ibn Umar ibn Muhammad asy-Syarazi, Tafsi>r al-Baid}awi> al-Musamma>  Anwa>r at-Tanzi>l wa Asra>r at-Ta'wi>l, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.
Al-Bashri, Abi al-Hasan Ali Muhammad ibn Habib al-Mawwardi, An-Nuka>t wa al-'Uyu>n Tafsi>r al-Ma>wardi, Juz I, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ihniyahlm. Tth.
Al-Ghazali, Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad, al-Wasi>t} fi>  al-Maz\hab, Ttp: Dar as-Salam, 1997.
………., al-Waji>z fi> Fiqh al-Ima>m asy-Sya>fi'i, Beirut-Libanon: Dar  al-Arqam, 1997.
………., al-Mustas}fa> fi> ‘Ilm al-Us}u>l, Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyah, 2000.
Al-Hasani, Ismail, Naz}ariah al-Maqa>s}id ‘inda al-Ima>m Muhammad at}-T}ahir ibn ‘Asyu>r, Virginia: al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Islami, 1995.
Al-Jaziri, Abdurrahman, Kita>b al-Fiqh `’ala> al-Maz\a>hib al-Arba’`ah, Beirut: Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, Tth.
Al-Khin, Mushthafa Sai'id, As\ar al-Ikhtila>f fi> al-Qawa>’id al-Us}u>liyah fi> al-Ikhtila>f al-Fuqaha>, Beirut-Lebanon: Mu'assasah ar-Risalah,1994.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsi>r al-Mara>gi>, Beirut: Dar al-Fikr, 1974.
Al-Qarafi, Syihabuddin Ahmad bin Idris, az\-Z\\akhi>rah, Beirut-Libanon: Dar al-Garb al-Islami, 1994.
Ar-Razi, Abi Abdillah Muhammad ibn Umar ibn al-Husain Fakhruddin, al-Mah}su>l fi> ‘Ilm al-Us}u>l,  Jilid II, Lebanon: Dar Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Tafsir al-Quranul Majid an-Nur, Cet, II, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
As-Subki, Tajuddin Abdul Wahhab, Jam’u al-Jawa>mi’, Beirut: Dar al-Fikr, 1974.
Asy-Syathibi, Abu Ishaq Ibrahim ibn Musa al-Gharnathi, al-Muwa>faqah fi>  Us}u>l al-Ah}ka>m, Ttp: Dar al-Fikr, Tth.
Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali ibn Muhammad,  Irsya>d al-Fuh}u>l ila> Tah}qi>q al-Haqq min 'Ilm al-Us}u>l­, Beirut-Libanon: Dār al-Kutb al-'Ilmiyah, Tth.
………..,Fath} al-Qadi>r : al-Ja>mi' baina Fanni  ar-Riwa>yah wa ad-Dira>yah min 'Ilm at-Tafsi>r, Kairo: Dar al-Hadits, 2003.
Ath-Thaba'thaba'i, Muhammad Husain, Al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n, Beirut-Libanon: Mu'assasah al-A'lamy li al-Mathbu'ah, Tth.
Badawi, Yusuf Ahmad Muhammad, Maqa>s}id as-Syari>'ah 'inda ibn Taimiyah, Yordania: Dar an-Nafais, 2000.
Bahari, Adib, Skripsi, “Analisis Atas Ketentuan Hukum Pencatatan Perkawinan dalam Rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973 Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011, dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--adibbahari-5358. (Diakses tanggal 10 Maret 2012).
Barclay, Goergo W., Teknik Analisa Kependudukan I, diterjemahkan oleh  Rozi Muhir, dkk, dari buku asli yang berjudul “Techniques of population Analysis,” Jakarta: Bina Aksara, 1983.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Nala Indah, 2006.
………., Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999/2000.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
………., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Hasballah, ‘Ali, Us}u>l at-Tasyri>’ al-Isla>mi, Kairo: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1997.
Helim, Abdul, Legislasi Syari’at sebagai Bentuk Ijtihad Kolektif, dalam Jurnal  Profetika: Jurnal Studi Islam, Vol. 8, no. 1 Januari 2006, Surakarta:  Program Magister Studi Islam Univ. Mu. Surakarta, 2006.
http://produk-hukum-online.blogspot.com/2011/11/undang-undang-no-32-tahun-1954-tentang.html. Diakses 5 Maret 2012.
http://www.artikata.com/. Diakses 5 Maret 2012.
http://www.kamusbesar.com/. Diakses 5 Maret 2012.
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2246.pdf. Diakses 5 Maret 2012.
Ibn Manzur, Lisa>n al-‘Arab, Mesir: Dar al-Ma’arif, Tth.
Ibn Muflih al-Hanbali, Abi Ishaq Burhan ad-Din Ibrahim ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Muhammad, al-Mubdi' Syarh} al-Muqni', Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1997.
Ibn Qudamah, Abi Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad, al-Mugni>, Riyadh: Dar 'Alam al-Kutub, 1997.
………, Raud}ah an-Na>z}ir wa Junnah al-Muna>z}ir, Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Sa’ud, 1399 H.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Khallaf, Abdul Wahhab,  Ilm Us}u>l al-Fiqh, Kairo: Dar al-Qalam, 1978.
Lembaga Penelitian FE UI, Dasar-Dasar Demografi, Jakarta: FE UI, 2000.
Lihasanah, Ahsan, al-Fiqh al-Maqa>s}id ‘Inda al-Ima>m al-Sya>t}ibi>, Mesir: Dar al-Salam, 2008.
Mallah, Husain Muhammad, al-Fata>wa>: Nasy'atuha> wa Tat}awwuruha>–Us}u>luha> wa Tat}bi>qa>tuha>, Beirut: al-Maktabah al-'Ashriyah, 2001.
Mu'allim, Amir  dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Cet. I., Yogyakarta: UII Press. 1999.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Musthafa, Ibrahim, et.al, al-Mu'jam al-Wasi>t}, Istambul: al-Maktabah al-Islamiyah, Tth.
Novia, Windy, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Wawasan Intelektual, 2009.
Qorib, Fathul, Skripsi, “Studi Analisis tentang Pencatatan Perkawinan dalam Perspektif Jender”, Semarang: IAIN Walisongo, 2010, dalam  http:// 222. 124. 207. 202/ digilib/ gdl. php? mod= browse&op= read&id=jtptiain-gdl-fathulqori-4693.  (Diakses tanggal 10 Maret 2012).
Rusli, Said, Pengantar Ilmu Kependudukan, Jakarta: LP3ES, 1988.
Sarakhsi, Us}u>l as-Sarakhsi>, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993.
Shadr asy-Syari’ah, Ubaidillah ibn Mas’ud al-Bukhary, Tanqi>h} al-Us}u>l, Makkah al-Mukarramah: Maktabah al-Baz, Tth.
Shihab, Quraish, Membumikan Alquran, Bandung: Mizan, 1996.
……..., Untaian Permata buat Anakku : Pesan Alquran untuk Mempelai, Bandung: Al-Bayan, 1998.
………, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, Jakarta: Lentera Hati, 2003.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosdakarya, 2004.
Thayib, Anshari, Struktur Rumah Tangga Muslim, Surabaya: Risalah Gusti, 2000.
Zaidan, Abdul Karim, Al-Waji>z fi> Us}u>l al-Fiqh, Beirut-Lebanon: Mua'assasah ar-Risalah, 1998.
Zahrah, Abu, Us}u>l al-Fiqh, Kairo: Dar al-Fikr  al-'Arabi, Tth.
Zamakhsyari, Abi al-Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar ibn Muhammad, Tafsi>r al-Kasysya>f  'an Haqa>iq Gawa>mid} at-Tanzi>l wa 'Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wuju>h at-Tanzi>l, Jilid I, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.
Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Isla>mi wa adillatuhu>, Juz VII, Damaskus: Dar al-Fikr, 1985.  
………, At-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-'Aqi>dah wa asy-Syari>'ah wa al-Manhaj, Cet. II, Jilid 3 dan 4, Damaskus: Dar al-Fikr, 1998.
………., Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>, Juz II, Damaskus-Suriah: Dar al-Fikr, 2001.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.


 


[1]Anshari Thayib, Struktur Rumah Tangga Muslim, Surabaya: Risalah Gusti, 2000, h. 21.
[2]Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Bandung: Mizan, 1996, h. 253.
[3]Lihat Pasal 1 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999/2000, h. 96.
[4]Lihat pasal 2 Inpres No. 1 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dalam Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan…, h. 136. Dalam Alquran sudah 15 abad yang silam ungkapan mis\a>qan gali>z\a> ini diperkenalkan. Ungkapan ini di dalam Alquran dikemukakan hanya sebanyak tiga kali dalam konteks yang berbeda. Satu di antaranya berkaitan dengan perikatan dalam pernikahan seperti dalam Q.S. [4: 21], dua yang lainnya berkaitan dengan perikatan antara Tuhan dengan para Nabi seperti dalam Q.S. [33: 7], dan perikatan antara Tuhan dengan seluruh manusia seperti dalam Q.S [4: 154].  Penjelasan lebih lengkap tentang ketiga ungkapan di atas dapat pula dilihat dalam Quraish Shihab, Untaian Permata buat Anakku : Pesan Alquran untuk Mempelai, Bandung: Al-Bayan, 1998, h. 36 
[5]Lihat pasal 6 ayat (1) Inpres No. 1 1991 dalam Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan …, h. 137. 
[6]Lihat pasal 5 ayat (1) Inpres No. 1 1991, Ibid. 
[7]Lihat pasal 7 ayat (1) Inpres No. 1 1991, Ibid.   
[8]Lihat pasal 6 ayat (2) Inpres No. 1 1991 , Ibid.
[9]Di antara penelitian yang melaporkan hal tersebut adalah Muhammad Anis Afiqi, Skripsi, “Hukum Pencatatan Dilihat dari Segi Maqa>s}id Al-Syari>'ah (Antara Fiqih Munakahat dan UU No. 1 Tahun 1974)”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009 dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--muhammadan-2290. Lihat juga I’is Inayatal Afiyah, Tesis, “Pencatatan Nikah dalam Perspektif Mas}lah}ah (Analisis RUU Hukum Materil Peradilan Agama tentang Perkawinan)”, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010, dalam http://eprints.sunan-ampel.ac.id/311/1/iis_inayatal.pdf. Lihat pula dalam http://eprints.sunan-ampel.ac.id/311/, atau http://dc185.4shared.com/doc/HEoAzU-A/preview.html.  (Diakses tanggal 10 Maret 2012).
[10]Di antara penelitian yang melaporkan hal tersebut adalah Fathul Qorib, Skripsi, “Studi Analisis tentang Pencatatan Perkawinan dalam Perspektif Jender”, Semarang: IAIN Walisongo, 2010, dalam  http://222.124.207.202/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdl-fathulqori-4693.  (Diakses tanggal 10 Maret 2012). Lihat Adib Bahari, Skripsi, “Analisis Atas Ketentuan Hukum Pencatatan Perkawinan dalam Rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973 Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011, dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-insuka--adibbahari-5358.(Diakses tanggal 10 Maret 2012)
[11]Pendekatan ini digunakan untuk melakukan pembacaan makna [meaning full] sebuah nas atau teks untuk menanggapi persoalan-persoalan kekinian, termasuk pula kontekstualisasi pencatatan yang dikemukakan dalam Alquran dan dalam hukum positif Islam Indonesia dengan zaman sekarang. Berkaitan dengan pendekatan tersebut dapat dilihat dalam Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000, h.  163-164.
[12]Pemaknaan ayat-ayat yang berkaitan dengan pencatatan ataupun pasal-pasal dalam hukum positif Islam Indonesia yang berkaitan dengan pencatatan akad nikah, diperluas untuk memberikan ruang kepada kaidah-kaidah ushul  fikih untuk menganalisis permasalahan pencatatan akad nikah tersebut.. Lihat dalam Amir Mu'allim,  dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Cet. I. Yogyakarta: UII Press. 1999,  h. 98.
Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Membaca Kembali Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Perspektif Ushul Fikih Sahabat bisa menemukan artikel Membaca Kembali Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Perspektif Ushul Fikih dengan URL http://ushulfikih.blogspot.com/2012/11/membaca-kembali-eksistensi-pencatatan-akad-nikah-dalam-perspektif-ushul-fikih.html, Silahkan kutip artikel Membaca Kembali Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Perspektif Ushul Fikih jika dipandang menarik dan bermanfaat, namun, tolong mencantumkan link Membaca Kembali Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Perspektif Ushul Fikih sebagai Sumbernya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Kami berharap anda dapat memberikan komentar, tetapi komentar yang relevan dengan artikel dan diharapkan menggunakan bahasa yang etis. terima kasih

Posting Lebih Baru Posting Lama